Artikel ini telah terbit di https://matapantura.republika.co.id/
KUNINGAN – Seorang santri Pondok Pesantren Husnul Khotimah Kuningan, Muhammad Malik Ali, berhasil mengukir prestasi membanggakan. Dia diterima di empat universitas ternama di berbagai benua.
Adapun empat kampus ternama yang menerima Malik itu adalah University of Toronto, University of British Columbia, Australian National University, dan Wageningen University and Research.
Hal itu sesuai dengan cita-citanya sejak di bangku MTs, yakni menjadi ahli ekologi yang berpengaruh di dunia.
Berawal dari partisipasinya dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang Biologi ketika duduk di kelas 11, Malik berhasil mencapai tingkat nasional. Meski saat itu tidak meraih medali, namun dia tetap mendapatkan pengakuan sebagai finalis Biologi.
Prestasi itupun membuka jalan bagi Malik. Salah satu kakak kelasnya yang sedang menempuh pendidikan di Jepang, menghubunginya. Sang kakak kelas memberi tahu bahwa dengan sertifikat finalis yang dimilikinya, dia bisa mendaftar Beasiswa Indonesia Maju (BIM).
Meski sempat ragu, namun Malik memutuskan untuk mencobanya setelah mendapat dukungan penuh dari orang tua dan guru-gurunya. Proses seleksi BIM terdiri dari dua tahap, yakni seleksi administrasi dan wawancara.
Setelah melewati kedua tahap tersebut, Malik dinyatakan lulus dan diterima sebagai penerima Beasiswa Indonesia Maju Program Persiapan S1 Luar Negeri. Beasiswa itu terbagi menjadi dua program, yakni persiapan dan bergelar.
Pada saat itu, Malik diterima sebagai penerima beasiswa persiapan. Hal itu memberinya akses ke berbagai fasilitas pelatihan dari pemerintah, termasuk seminar universitas dari berbagai negara, kursus IELTS dan SAT, summer program di IPB, serta program proyek sosial. Selain itu, beasiswa ini juga mencakup biaya tes SAT, IELTS, dan biaya pendaftaran kuliah.
Mengikuti program itu di pesantren bukanlah hal yang mudah. Sebagai seorang santri, Malik harus menghadapi kendala karena adanya restriksi terhadap penggunaan perangkat elektronik. Namun, berkat dukungan guru-gurunya yang memahami kondisi tersebut, dia diperbolehkan membawa smartphone dan laptop untuk keperluan belajar.
Setiap pekan, Malik harus mengikuti setidaknya enam sesi Zoom meeting, baik untuk pelatihan online maupun pertemuan rutin mingguan. Kegiatan itu seringkali memakan waktu hingga tiga jam per hari, dari sore hingga malam.
Upaya keras itu membuahkan hasil yang manis. Malik diterima di empat universitas ternama dari berbagai benua tersebut. Meskipun sangat berharap bisa diterima di University of Toronto, namun keputusan akhir penempatan di universitas ditetapkan oleh panitia beasiswa.
Setelah penantian yang cukup lama, Malik pun diterima sebagai penerima BIM Bergelar S1 di Wageningen University and Research dengan pendanaan penuh.
Malik awalnya merasa kecewa karena impiannya adalah berkuliah di Toronto. Namun, dia menyadari bahwa keputusan panitia dan takdir Tuhan adalah yang terbaik. Ternyata, Wageningen University and Research menempati peringkat kedua dunia dalam jurusan Environmental Science, hanya kalah oleh Harvard University.
‘’Saya sangat bersyukur atas kesempatan ini dan berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung saya, termasuk guru-guru, orang tua, dan teman-teman,’’ ujar Malik, Jumat (28/6/2024).
Malik dijadwalkan akan memulai kuliahnya pada 2 September 2024. Namun, dia akan berangkat lebih awal untuk mengikuti orientasi. Santri pondok pesantren itu pun akan siap menempuh perjalanan baru di Wageningen University and Research, membawa harapan dan semangat untuk meraih masa depan yang cerah. (Lilis Sri Handayani)
0 Comments